Rabu, 01 Februari 2017

Perkara Yang Dilarang Bagi Orang Yang Berhadast

Perkara Yang Dilarang Bagi Orang Yang Berhadats


Assalamualaikum wr wb
Seorang yang berhadast maka dilarang melakukan sesuatu yang bergantung pada kesucian. Hadast yang dimaksud adalah mencakup hadast kecil maupun hadast besar. Hadast kecil adalah hal-hal yang mewajibkan wudhu, sedang hadast besar adalah hal-hal yang mewajibkan mandi. Seorang yang terkena hadast kecil maupun besar memiliki larangan atau larangan masing-masing. Adapun perinciannya adalah sebagai berikut:

1). Seorang yang terkena hadast kecil

Seorang yang terkena hadast kecil/ yang tidak memiliki wudhu atau batal wudhunya, maka diharamkan mengerjakan 4 perkara, yaitu:

a. Shalat
Shalat diharamkan bagi orang yang berhadast atau tidak memiliki wudhu. Karena diantara syarat sah shalat adalah harus bersuci. Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Allah tidak menerima shalat tanpa bersuci dan tidak (menerima) shadaqah dari harta haram.” Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda: “Allah tidak menerima shalat salah satu diantara kalian jika dia berhadast sampai dia berwudhu.” Artinya shalat tidaklah sah jika tidak berwudhu. Sehingga perbuatan yang tidak sah maka diharamkan untuk dikerjakan. Bukan hanya shalat saja yang diharamkan, tetapi ibadah yang seperti shalat juga diharamkan ketika berhadast. Ibadah-ibadah tersebut yaitu: sujud thilawah, sujud syukur, khutbah jum’at dan shalat jenazah.

b. Thawaf
Thawaf adalah ibadah yang dilakukan dengan mengelilingi ka’bah. Ibadah thawaf sama dengan shalat, sama-sama memerlukan kesucian terlebih dahulu sebelum melaksanakannya. Sehingga thawaf yang dilakukan tanpa bersuci terlebih dahulu juga diharamkan, baik thawaf yang fardhu maupun yang sunnah. Nabi Muhammad sallallahu ‘alahi wa sallam bersabda: “Thawaf di baitullah adalah seperti shalat (di dalam kewajiban menutup aurat dan bersuci.)” Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Thawaf adalah shalat, hanya saja Allah menghalalkan (memperbolehkan) berkata di dalamnya. Barangsiapa yang berkata (ketika thawaf) maka berkatalah dengan ucapan baik.”

c. Menyentuh mushaf
Mushaf adalah segala sesuatu yang tertulis Alquran di dalamnya meski sebagian ayat Alquran dan dengan tujuan untuk belajar (dibaca). Seorang yang tidak memliki wudhu (berhadast) maka diharamkam untuk menyentuh mushaf. Allah berfirman dalam Alquran: “Tidak menyentuhnya (Alquran) kecuali orang-orang yang bersuci.” Dalam hadist, Nabi juga bersabda:  “Tidak boleh menyentuh Alquran kecuali orang yang bersuci.”

d. Membawa mushaf Bagi orang yang telah menginjak usia baligh yang berhadast, maka dilarang atau diharamkan membawa mushaf.
Hal ini dikarenakan jika menyentuhnya saja diharamkan atau dilarang maka begitu juga membawanya. Karena membawa lebih dari sekedar menyentuh. Tetapi bagaimana jika membawa mushaf bersama barang lain? maka hal ini diperinci sebagai berikut:

1. Jika hanya bertujuan membawa mushaf saja, maka tidak diperbolehkan (diharamkan).

2. Jika hanya bertujuan membawa barang, maka diperbolehkan.

3. Jika bertujuan membawa keduanya (barang dan mushaf), maka tidak diperbolehkan (diharamkan) menurut Imam Ibn hajar. Namun menurut Imam Ramli maka diperbolahkan.

4. Jika tidak bertujuan membawa apapun (tidak bertujuan membawa barang juga tidak bertujuan membawa mushaf), maka tidak diperbolehkan menurut Imam Ibn Hajar. Namun menurut imam Ramli tetap diperbolehkan.

Tambahan

1. Diperbolehkan bagi anak kecil yang telah menginjak tamyiz membawa mushaf untuk belajar.

2. Tidak boleh menyentuh dan membawa sampul mushaf bagi orang yang berhadast, kecuali jika sampul tersebut tidak dinamakan sampul mushaf lagi (dijadikan sampul kitab lain).

3. Tidak diperbolehkan untuk membawa mushaf bagi orang yang berhadast, kecuali karena hal darurat dan tidak memungkinkan untuk bertayammum terlebih dahulu. Seperti ketika melihat mushaf akan terbakar.

4. Termasuk mushaf adalah terjemahan Alquran. Karena terjemahan Alquran tidak sama seperti tafsir Alquran.

5. Tidak dilarang mendengarkan bacaan Alquran bagi orang kafir, tetapi tidak diperbolehkan untuk menyentuh Alquran. Allah berfirman dalam Alquran: “Dan jika di antara kaum musyrikin ada yang meminta perlindungan kepadamu, maka lindungilah agar dia dapat mendengar kalam Allah, kemudian antarkanlah dia ke tempat yang aman baginya. (Demikian) itu karena sesungguhnya mereka kaum yang tidak mengetahui.” Apakah diperbolehkan mengajarkan Alquran kepada orang kafir? Jika bisa diharapkan keislamannya (bisa masuk islam) maka diperbolahkan. Namun jika tidak bisa diharapkan keislamannya (tidak mungkin masuk islam) maka tidak diperbolehkan. Tetapi sebagian ulama mengatakan tidak diperbolehkan mengajarkan Alquran kepada orang kafir meski diharapkan masuk islam, hal ini sama dengan menjual mushaf kepada orang kafir, maka hukumnya haram.

2). Orang yang terkena junub/ janabah

Junub adalah memasukan kepala penis atau seukuran kepala penis ke dalam farj, orang yang dimasuki kepala penis atau orang yang keluar mani yang mewajibkan mandi.

Dari pengertian tersebut, orang junub terbagi menjadi 3, yaitu:

1. Seorang yang memasukan kepala penisnya ke dalam farj.

2. Seorang yang farjnya dimasuki kepala penis.

3. Seorang yang terkena kewajiban mandi disebabkan keluar mani.

Seorang yang terkena hadast besar karena junub, maka dilarang/diharamkan melakukan 6 perkara, yaitu:
a. Shalat

b. Thawaf

c. Menyentuh mushaf

d. Membawa mushaf

Penjelasan 4 perkara ini telah dibahas dalam hal-hal yang diharamkan bagi orang yang berhadast.

e. Berdiam di dalam masjid.
Diharamkan bagi orang yang junub untuk tinggal atau berdiam diri di dalam masjib. Meskipun hanya seukuran thumakninah shalat (seukuran bacaan subhanallah). Begitu juga diharamkan taraddud di dalam masjid. Taraddud adalah masuk masjid melalui satu pintu dan keluar dengan pintu tersebut. Adapun lewat saja, yaitu masuk masjid melalui satu pintu dan keluar dengan pintu yang lain maka diperbolehkan. Dengan syarat tidak berdiam di dalam masjid meki sebentar. Allah bersabda: “Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu mendekati shalat ketika kamu dalam keadaan mabuk sampai kamu sadar apa yang kamu ucapkan, dan jangan pula (kamu hampiri masjid ketika kamu) dalam keadaan junub kecuali sekedar melewati jalan saja.” Termasuk bagian masjid adalah atap, serambi, jendela pada atap, tembok dan banguan bawah tanah masjid. Sehingga orang yang junub haram juga untuk berdiam di tempat-tempat tersebut.

f. Membaca Alquran
Seorang yang junub dilarang atau diharamkan juga untuk membaca Alquran. Tetapi ada beberapa syarat yang harus terpenuhi sehingga haram bagi orang yang junub membaca Alquran. Jika salah satu syarat tidak ada maka bacaan Alquran yang dilakukan oleh orang yang junub tidak haram. Adapun syarat-syarat orang junub membaca Alquran adalah sebagai berikut:

1. Bacaan yang dilakukan adalah dengan lafadz atau suara.
Sehingga tidak haram bacaan Alquran dengan isyarat kecuali bagi orang yang bisu. Maka orang yang bisu yang terkena junub membaca Alquran dengan isyarat hukumnya haram.

2. Bacaan yang dilakukan orang junub bisa terdengar oleh dirinya sendiri.
Jika bacaan yang dilakukan tidak terdengar oleh dirinya sendiri maka tidak haram.

3. Yang membaca adalah orang muslim.

4. Yang membaca adalah orang yang mukallaf (baligh dan berakal).

5. Yang dibaca adalah Alquran.
Jika yang dibaca bukan Alquran, seperti kitab injil atau taurat, maka tidak diharamkan.

6. Ada kesengajaan untuk membaca Alquran.
Jika orang yang junub membaca Alquran dengan tujuan membaca Alquran, bukan dengan tujuan yang lain maka diharamkan. Begitu juga diharamkan ketika membaca Alquran tanpa ada tujuan sama sekali. Tetapi jika membaca Alquran dengan tujuan bukan membaca Alquran, seperti membaca untuk kesembuhan, atau tabarruk (mengambil berkah), atau dengan tujuan membaca Alquran dan tujuan yang lain, maka bacaan yang dilakukan orang junub tersebut tidaklah haram.

7. Bacaan yang dilakukan adalah bacaan sunnah.
Jika bacaan yang dilakukan adalah bacaan wajib maka hukumnya tidak haram. baik bacaan wajib tersebut terdapat di dalam shalat atau di luar shalat. Contoh bacaan wajib dalam shalat adalah membaca surah Alfatihah. Ketika seorang yang terkena junub dan telah tiba waktu shalat, namun tidak menemukan air untuk mandi atau debu untuk tayammum, maka yang wajib ia lakukan adalah shalat meski dalam keadaan junub. Dan wajib membaca Alfatihah. Tetapi tidak diperbolehkan membaca surat selain surat Alfatihah. Contoh bacaan wajib di luar shalat adalah seorang yang bernadzar akan membaca surat yaasiin di waktu tertentu, namun diwaktu yang telah ditentukan dia terkena junub dan tidak menemukan air ataupun debu. Maka ia tetap wajib membaca surat yaasiin di waktu tersebut.

3). Perempuan yang sedang haidh

Perempuan yang haidh diharamkan juga baginya beberapa perkara. Perkara-perkara yang diharamkan bagi perempuan yang sedang mengalami haidh ada 10 macam, yaitu:

1. Shalat
Perempuan yang haidh diharamkan untuk mengerjakan shalat. Meski secara dhohir atau kenyataan mampu mengerjakan shalat, tapi syariat melarang perempuan yang haidh untuk mengerjakan shalat. Jika tetap memaksa mengerjakan shalat maka shalatnya tidak sah meski dia tidak tahu hukumnya atau lupa. Setelah darah haidh berhenti seorang perempuan tidak diwajibkan mengqodho’ shalat yang telah ditinggalkan selama haidh. Jika tetap mengqodho’ maka sebagian ulama mengatakan haram hukumnya. Berbeda dengan puasa. Ketika perempuan telah berhenti dari haidh maka puasa wajib (seperti puasa Ramadhan) yang telah ia tinggalkan selama haidh tetap wajib qodho’. Dalam hadist yang diriwayatkan oleh sayidah Aisyah, beliau bersabda “Kami diperintahkan untuk mengqodho’ puasa tetapi tidak diperintahkan untuk mengqodho’ shalat.”

2. Thawaf.

3. Menyentuh mushaf

4. Membawa mushaf

5. Berdiam di dalam masjid. Rasulullah sallallahu ‘alahi wa sallam bersabda: “Aku tidak menghalalkan masjid bagi perempuan haidh dan orng yang junub.”

6. Membaca Alquran.

7. Puasa. 
Perempuan yang haidh tidah diperbolehkan puasa. Artinya jika berniat puasa maka haram hukumnya. Namun jika ia tidak makan atau tidak minum tetapi tidak berniat puasa maka tidak haram.

8. Cerai. 
Diharamkan bagi seorang suami untuk menceraikan istrinya ketika haidh. Hal ini dikarenakan masa iddah bagi perempuan yang pernah mengalami haidh adalah dengan 3 kali masa suci. Jika ditalak ketika haidh maka masa iddah bagi perempuan akan lebih lama.

9. Lewat di dalam masjid jika takut mengotori masjid. 
Jika tidak takut mengotori masjid, seperti jika telah tertutup rapat sehingga darah haidh tidak akan mungkin mengotori masjid, maka diperbolehkan baginya untuk lewat di dalam masjid. Namun dimakruhkan jika tidak ada keperluan lewat di dalam masjid.

10. Bersenang-senang dengan anggota badan yang terletak diantara pusar dan lutut.
Artinya perempuan yang haidh haram untuk bersenang-senang dengan suaminya pada anggota tubuh yang terletak antara pusar dan lutut. Baik dengan bersetubuh (dengan penghalang maupun tanpa penghalang), atau dengan selain bersetubuh tapi tanpa penghalang (kulit bertemu dengan kulit).

Demikianlah yang dapat saya sampaikan pada kesempatan kali ini, dengan penuh harapan semoga kita semua dapat mengambil intisari dari pembahasan tersebut. Kurang lebihnya mohon maaf.

Wassalam.....,

Tidak ada komentar:

Posting Komentar